Liburan Lebaran kemarin akan saya ingat sepanjang hidup. Mengapa? Pada suatu malam, saya mengalami kejadian yang sangat berkesan. Hari itu, Jumat, 2 September 2011, seorang murid yang dulu menjadi anak wali saya menelpon. “Pak, niki rencang-rencang badhe silaturahmi wonten dalem - panjenengan. Pareng boten Pak? - Pak, malam ini anak-anak ingin datang ke rumah Bapak untuk bersilaturahmi. Boleh atau tidak Pak?” Waktu itu, saya yang sedang berada di luar rumah langsungmengiyakan. Pikir saya, kapan lagi ketemu dengan anak-anak kalau tidak sekarang. Akhirnya disepakati malam itu kami bertemu.
Sekian waktu menunggu... akhirnya terdengarlah deru sepeda motor. Satu... dua... tiga... lama-lama kok motor yang berdatangan semakin banyak. Malam itu, yang datang ke rumah saya ada sekitar dua puluh dua anak. Semuanya laki-laki... dulu pernah menjadi anak wali saya dari kelas XI D sampai XII D. Sekarang mereka sudah pada lulus. Gerudukan... mereka memasuki pintu rumah saya yang sederhana. Satu per satu mereka mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. “Sugeng Riyadi Pak. Nyuwun ngapunten sedaya kalepatan – Selamat Hari Raya Pak. Mohon maaf atas segala kesalahan.” Senang bercampur haru rasanya ketika saya menerima kedatangan mereka.
Anak-anak yang dulu pernah saya asuh selama beberapa tahun sekarang sudah melanjutkan kehidupannya sendiri. Ada yang lanjut studi. Ada pula yang bekerja. Tidak banyak hal yang dibicarakan dalam perjumpaan itu selain bertukar kabar dan keselamatan. Malam itu, semua makanan yang ada di rumah dikeluarkan untuk menjamu mereka dengan sederhana. Saya senang melihat mereka menikmati makanan dan minuman yang disuguhkan. Sampai sekitar jam 11, perjumpaan diakhiri dengan berfoto bersama. Setelah itu, satu per satu mereka pulang untuk melanjutkan kegiatan masing-masing. Sebelum pulang, mereka menyalakan kembang api untuk merayakan kebersamaan ini. Dengan harapan, di tahun depan, kami bisa berkumpul kembali.
Yang mengesan bagi saya... kebiasaan yang dilatihkan selama bersekolah ternyata menampakkan hasilnya, terutama dalam hal kebersihan. Istri saya sampai heran. Di sekolah dulu, mereka diajari untuk menjaga kebersihan lingkungan terutama setelah bekerja. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa satu kata yang terasa indah saat di bengkel adalah CLEANING. Kebiasaan untuk cleaning ternyata masih mereka bawa sampai sekarang. Setelah makan minum dengan lahap, mereka pun bertanggungjawab atas sampah yang mereka hasilkan. Dengan kesadaran, mereka mengumpulkan kemasan air minum yang telah mereka habiskan dan bungkus makanan yang telah mereka santap dalam sebuah kardus. Kardus itu kemudian mereka bawa pulang untuk dibuang di tempat sampah terdekat. Sebuah kebiasaan kecil yang membuat orang terheran-heran. Istri saya sampai berkata bahwa inilah hasil pendidikan yang jadi. Tanpa banyak kata, kebiasaan itu dilakukan dan menjadi milik diri.
Paginya, saya menulis di Facebook. “anak-anakku, terima kasih atas kunjungan dan perhatiannya. terima kasih juga atas kebersamaan yang boleh dicecap kembali. terima kasih karena sudah mau dolan ke gubug yang ndeso. gubug itu terbuka bagi kalian yang ingin datang. bagi yang akan melanjutkan bekerja, selamat bekerja. untuk yang lanjut studi, belajar yang baek ya... semoga kalian semakin sukses dalam kehidupan. Amiiiinnn. mbesok nek arep kumpul-kumpul mangan, bapake dikabari ya...” Saya pun jadi teringat buku Susana Tamaro, “Meskipun kita berjauhan, meskipun kita tidak bertemu lagi untuk waktu yang sangat lama dan tidak tahu apa yang terjadi satu-sama lain, pikiran kita akan bertemu di atas sana dan setidaknya kita tetap berdekatan…” - Pergilah Ke Mana Hati Membawamu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004.
1 komentar:
mantab pak guru !
Posting Komentar