hidangan istimewa kolese mikael
0 komentar

Menyusuri Tilasan SMK Mikael

Padatnya kerumunan Solo Car Free Day disibak dengan barisan panjang para siswa, guru, instruktur, dan alumni SMK Santo Mikael Surakarta pada hari Minggu pagi (18/11/2012). Sekitar 500-an orang membentuk barian panjang untuk mengikuti Napak Tilas dalam rangka 50 Tahun SMK Mikael Surakarta. Napak Tilas SMK Mikael ini merupakan sebuah perjalanan untuk menyusuri tempat-tempat yang pernah dipakai oleh para siswa SMK Mikael.
Perjalanan Napak Tilas ini dimulai dari bundaran Gladag menyusuri Jalan Slamet Riyadi dan berakhir di depan Stasiun Purwosari. Gladag dipilih sebagai tempat start karena menurut catatan sejarah yang ada, SMK yang dulu bernama STM Kanisius ini pada awal berdirinya di tahun 1962 menempati bangunan yang sekarang dipakai oleh SD Kanisius Keprabon 1 di daerah Sangkrah, Surakarta. Sampai tahun 1970, sebelum menempati kampus di Karangasem, STM Kanisius sempat berpindah sekali dan menempati bangunan yang sekarang dipakai oleh SMP Kanisius 2 di daerah Ngapeman. Sebelum menempati kampus baru di Karangasem, nama STM Kanisius diubah menjadi STM Santo Mikael pada tahun 1967. Mengikuti peraturan pemerintah pada tahun 1997, nama STM Santo Mikael pun diubah menjadi SMK Santo Mikael.
Aksi Napak Tilas ini dilepas oleh Bapak Walikota Surakarta, Bapak FX. Hadi Rudyatmo. Proses Napak Tilas ini menjadi prosesi panjang dengan tiga kali perhentian. Perhentian-perhentian itu dilakukan di depan SMP Pangudi Luhur Bintang Laut, di perempatan Ngapeman dekat SMP Kanisius 2, dan di depan Stasiun Purwosari. Dalam perhentian-perhentian tersebut, para peserta diajak kembali mengingat sejarah SMK Mikael sambil merenungkan visi ke depan yang ingin dicapai oleh SMK Mikael. Selain itu, di perhentian-perhentian itu, diadakan aksi-aksi siswa dalam memperagakan berbagai macam ketrampilan yang didapatkan selama belajar di SMK Mikael. Selepas dari Stasiun Purwosari, para peserta diangkut dengan bis menuju kampus SMK Mikael untuk menikmati sarapan bersama.
Menurut Yohanes Margono, koordinator acara yang ditemui dalam aksi tersebut, Napak Tilas ini bertujuan untuk menggugah kembali semangat dan jiwa corsa dalam diri semua siswa, guru, instruktur, maupun alumni yang mengikuti acara tersebut. Perjalanan Napak Tilas ini diharapkan dapat kembali membangkitkan semangat untuk mengusahakan kemajuan SMK Mikael. Prestasi yang selama ini dicapai oleh SMK Mikael tidak lepas dari jejak perjuangan orang-orang yang menjadi pendahulu. Selain itu, aksi Napak Tilas ini menjadi sarana promosi bagi SMK Mikael kepada masyarakat, terutama di Kota Surakarta. Paling tidak, orang-orang yang sedang mengikuti Solo Car Free Day menjadi tahu bahwa SMK Mikael masih eksis.
Aksi Napak Tilas ini memang mendapat sambutan dari para pengunjung Solo Car Free Day. Ada banyak orang yang kemudian mengabadikan peristiwa mengularnya barisan panjang ini. Tidak sedikit pula yang bertanya-tanya seputar siapa yang mengadakan kegiatan dan apa yang dilakukan. Beberapa orang pun tampak memberanikan diri untuk mendekat dan bertanya bagaimana dapat memasukkan anaknya ke SMK Mikael.

0 komentar

one for all and all for one

Suara riuh kadangkala memecah deru hujan yang mengguyur kampus SMK Mikael pada Sabtu (10/11). Malam itu, para penghuni kelas XII SMK Mikael mengadakan pertemuan pengakraban. Cukup singkat untuk menyebut acara itu. "Sarasehan". 

Kata "sarasehan" ini tampaknya cukup mewakili apa yang terjadi malam itu. Suasana yang cair, santai tetapi tetap sungguh-sungguh mewarnai dinamika kegiatan malam itu. Dalam acara itu, para manukers kelas XII ingin menyatukan langkah sebagai wujud nyata komitmen mereka dalam menempuh pembelajaran di SMK Mikael. Apalagi, ini adalah tahun pungkasan mereka di SMK Mikael. Beberapa bulan lagi, mereka sudah pergi untuk mengejar mimpinya masing-masing.
Acara yang disebut sarasehan itu memang baru dikenalkan pada tahun ini. Sebelumnya, sejauh terdengar, tidak ada acara begituan. Adanya lktd, lktm, retret, dan seminar-seminar. Acara ini memang rencananya memang akan dilakukan di setiap tingkat kelas.  Acara sarasehan ini diadakan satu hari satu malam. Acara dimulai pada hari Sabtu sore sampai malam. Pesertanya pun menginap di sekolah karena pagi hari di hari Minggu, mereka pun sudah memulai kegiatan sampai siang hari. Di bulan September, pernah ada acara sejenis, tetapi acara itu diperuntukkan bagi mereka yang masih belajar di kelas XI. Untuk kelas XI, acara ini dipakai untuk mengetahui kekuatan dan peluang-peluang yang dapat digunakan oleh kelas untuk berkembang bersama.

Acara sarasehan ini bertujuan untuk mengakrabkan para siswa. Di sana, mereka saling mengenal lebih jauh sehingga terbentuk sebuah ikatan yang kuat di antara mereka. Ikatan ini diperlukan agar mereka dapat membangun kelas yang saling mendukung pengembangan belajar dan kepribadian mereka. Selama satu hari satu malam, bersama para pendamping, para penghuni kelas membicarakan apa yang terjadi dalam kelas demi kemajuan dan pengembangan bersama. 

gambar diambil dari: 
http://www.vg247.com/2009/03/19/
swashbuckling-platformer-the-three-musketeers-one-for-all-headed-to-wii/
Kesadaran "one for all and all for one - satu untuk semua dan semua untuk satu" rupanya perlu disadari oleh mereka yang mengikuti sarasehan ini. "Satu untuk semua dan semua untuk satu" merupakan kata-kata yang digunakan oleh Alexandre Dumas dalam novelnya The Three Musketeers yang terbit pada tahun 1844. Kata-kata ini juga menjadi motto tradisional negara Swiss pada tahun 1868. Istilah ini memang digunakan untuk menyemangati dan membangkitkan kesadaran akan tugas, solidaritas, dan kesatuan sebagai sebuah komunitas. 

Selain membangun keakraban, sarasehan ini rupanya dapat juga digunakan untuk membangun kesadaran bahwa satu sama lain merupakan bagian yang erat.  Dengan kesadaran ini, diharapkan kelas per kelas ke depan dapat membangun kebersamaan yang positif untuk maju bersama seperti yang dinyatakan dalam Mars Mikael, "Tiap hari latih diri, pantang mundur terus maju..."  


0 komentar

Momen itu Hadiah





"Bagi saya, kamera adalah buku sketsa, sebuah instrumen yang mewadahi intuisi dan spontanitas" - Henri Cartier-Bresson

Kata-kata ini merupakan cetusan hati seorang fotografer Perancis yang bernama Henri Cartier-Bresson (22 Agustus 1908 - 3 Agustus 2004). Dunia menganggapnya sebagai perintis jurnalisme modern. Teknik fotografi yang dikembangkannya disebut "fotografi jalanan" yang memadukan antara elemen-elemen fotojurnalisme, foto-dokumentasi, dan pendekatan artistik lainnya. Kata-kata ini pula tampaknya yang ingin dihidupi oleh komunitas ekstrakurikuler Multimedia SMK Mikael Solo.
Komunitas ekstrakurikuler Multimedia merupakan komunitas manukers SMK Mikael yang ingin secara khusus mendalami soal menyoal fotografi dan videografi. Dalam kesehariannya, komunitas ini mengadakan kegiatan setiap hari Selasa setelah jam pembelajaran selesai. Dalam pertemuan Selasanan itu, komunitas ini banyak belajar mengenai teknik-teknik fotografi dan videografi. Teknik-teknik ini kemudian digunakan dan dipraktekkan dalam aksi hunting momen.
Asal muasal komunitas ini terbentuk dari pengalaman para manukers di ajang Temu Kolese 2011 di Seminari Mertoyudan. Dalam ajang itu, para manukers sempat dibuat terkejut ketika mengikuti arena jurnalistik dan fotografi Temu Kolese. Ternyata, jurnalistik dan fotografi di kolese lain sudah jauh lebih berkembang. Keprihatinan itulah yang membuat beberapa manukers memiliki inisiatif untuk membuat komunitas Multimedia. Ini semua dibuat agar jurnalisme dan fotografi para manukers Mikael tidak ketinggalan dengan para penghuni kolese lain. 
Sampai sekarang, sudah beberapa karya yang sempat dibuat oleh komunitas ini. Antara lain adalah yang terpampang di postingan ini. Selain itu, mereka juga memproses video Wisuda 2012. 
Komunitas Multimedia ini merupakan komunitas pengabadi momen. Mereka bertualang untuk melestarikan momen-momen. Peristiwa kehidupan yang tampaknya biasa menjadi luar biasa di tangan mereka. Kecintaan kepada momen sudah selayaknya membimbing para fotografer pada cinta terhadap kehidupan. Joel Strasser pernah mengatakan, "Seorang fotografer yang baik harus lebih mencintai kehidupan  daripada mengabadikannya dalam foto." Komunitas ini sudah membawa peristiwa hidup kepada suatu momen yang abadi. Keabadian momen itu ditawarkan kepada orang lain agar semakin banyak orang yang mencintai momen dan kehidupan itu sendiri.  
Kehidupan merupakan rangkaian momen yang tidak pernah akan kembali. Komunitas ini menyadari betapa berharganya momen itu dan mencoba mensyukurinya dengan mengabadikan momen itu dalam gambar. Saya kemudian ingat apa yang dikatakan oleh Master Oogway dalam film Kungfu Panda, "Kemarin adalah sejarah, besok adalah harapan, dan hari ini adalah hadiah." Maka, orang Inggris menyebut hari ini dengan istilah "present" (Ind: hadiah, pemberian, sekarang ini). Momen kehidupan adalah hadiah bagi setiap orang.

0 komentar

MICHAEL COLLEGE: BROTHERS IN ARMS


“Lewat suka kami belajar menghargai hidup, dan lewat duka kami terlatih mencintai hidup…”
Kutipan kalimat diatas saya ambil dari doa novena pesta emas SMK Mikael. Tanpa terasa tahun ini SMK Mikael sudah memasuki usianya ke 50. Untuk para pegawai alias karyawan, usia 50 merupakan usia “persiapan pensiun”. Tetapi tidak bagi sebuah lembaga pendidikan, usia 50 merupakan usia untuk merefleksikan kembali seluruh pengalaman dari yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan menentukan gambaran tentang apa yang akan terjadi (halah..)

Sekolah ini mengambil nama Mikael. Dalam kitab suci (agama Kristen) Mikael digambarkan sebagai Panglima tentara surga,yang bertugas untuk mencampakkan ke dalam neraka setan dan semua roh jahat lain yang berkeliaran di dunia, hendak membinasakan jiwa-jiwa. Jadi dari settingan namanya saja sudah bisa diprediksi bahwa sekolah ini adalah sekolah maskulin, sekolahnya para kaum bermanuk. Sebagai sekolah kaum bermanuk, sudah sepatutnya pula jika perlakuan kepada muridnya akan berbeda, dibandingkan dengan sekolah yang muridnya heterogen. Belum lagi sebagai sekolah kejuruan (yang dulu dikenal dengan nama STM), murid-muridnya (diharapkan) mempunyai karakter yang kuat dalam berbagai aspek, salah satunya dalam hal disiplin. 
 
 Melihat gambaran tentang sekolah kejuruan di Indonesia akhir-akhir ini, kok rasanya semakin memprihatinkan. Terobosan baru dengan klaim sudah membuat “mobil esemka” rupanya belum bisa mengangkat pamor sekolah kejuruan, dibandingkan sekolah umum (SMA). Sampai-sampai muncul guruauan yang mendefinisikan bahwa produk-produk “esemka” adalah produk-produk second best alias produk-produk KW. Sampai-sampai para teroris pun tidak mau menggunakan bom rakitan buatan esemka karena ketika akan diledakkan pasti tidak jadi meledak, hehehehe. Belum lagi di ibukota. Nama SMK alias “esemka” masih identik dengan tawuran pelajar yang semakin marak.

Tetapi untunglah esemka Mikael tidak pernah menargetkan murid-muridnya untuk dapat membuat mobil esemka, atau apalah itu. Mikael menanamkan semangat kepada murid-muridnya untuk menjadi Man for Others. Untuk menjadi Man for Others tidak perlu membuat mobil, apalagi sampai terlibat tawuran. Kalau sampai terlibat dalam tawuran, itu namanya sudah mengingkari semangat Man for others.

Tetapi sebagai sekolah yang seluruh siswanya laki-laki, memang harus identik dengan hal-hal yang berbau maskulin. Dilihat dari nama Mikael, panglima tentara surga, sudah mengindikasikan hal tersebut. belum lagi jika dirunut dari sejarahnya bahwa sekolah ini dikelola oleh para romo Serikat Jesus, “pengikut” Santo Ignatius Loyola, kesan maskulin seharusnya lebih nampak lagi karena Ignatius dulunya juga seorang tentara dan ksatria dari Spanyol. Jadi memang sebenarnya sekolah ini settingannya adalah sekolah gelut alias berkelahi. Tetapi musuh yang harus diajak berkelahi tersebut bukan orang lain, tetapi diri mereka sendiri. Musuh yang harus dikalahkan adalah rasa malas, cemas, tidak disiplin, sampai sifat individualis. Sehingga harapannya setelah mereka “berkelahi”, yang akan menjadi “pemenang” adalah semangat Man for Others.


Tapi memang harapan seringkali masih jauh dari kenyataan. Apa yang diharapkan dari para siswa seringkali masih jauh dari realitasnya. Memang banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Tetapi tampaknya banyak juga kesengajaan dan “pembiaran” sehingga harapan tersebut masih jauh dari kenyataannya. Ketika saya diminta membantu di bagian kesiswaan mulai tahun ini, saya hanya bercita-cita untuk mendekatkan kenyataan dengan harapan tersebut. Walaupun tidak dapat mencapai ideal, tetapi paling tidak toh ada arah untuk mendekati ideal.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya? Dan jawaban sederhananya ternyata dapat diwakili oleh satu kata : REVOLUSI…. Dan untuk mencapai tujuan itu harus dilakukan dengan cara yang militan. Maka saya harus menanamkan benih-benih “radikalisme”. Tetapi radikalisme disini dalam konteks yang positif karena tujuannya untuk kebaikan bersama, sesuai dengan semangat Man for Others, bukan untuk menghancurkan sesama.

Dan kegiatan kali ini adalah kegiatan kedua saya dimana saya mulai terlibat. Kegiatan pertama saya adalah saat Masa Orientasi Siswa (MOS) kemarin. Ciri khasnya pasti selalu ada, yaitu brutal, hehehehe… Walaupun sekilas keras, tetapi ada tujuannya. MOS kemarin bertujuan untuk menanamkan kedisiplinan. Hanya sekedar menanamkan bahwa jika anda tidak disiplin, yang paling dirugikan adalah orang lain. So, supaya orang lain tidak merasa dirugikan, mulailah belajar disiplin dari sekarang. Jika tidak dimulai dari sekarang, you bakal tanggung sendiri akibatnya. Sebagai contoh, dalam MOS kemarin bagi mereka yang datang terlambat tidak akan diberi tempat duduk dan harus jongkok seharian.

Kegiatan kali ini bernama Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD). Yang ingin ditanamkan adalah kepedulian dan kebersamaan, sesuai dengan semangat Man for Others itu tadi. Intinya bekerja sama dalam suatu kegiatan tanpa tahu arah tujuan. Sehingga harapannya mereka dapat saling peduli dengan rekan-rekan yang lain, saling percaya, dan bertanggung jawab. Pasti akan menemukan kemurahan Tuhan dalam perjalanan, hehehehe… (walaupun caranya lain dari biasanya).

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya diputuskan bahwa para siswa harus berjalan kaki dari Karangpandan-Tawangmangu, sekitar 16 kilometer dengan medan yang cenderung menanjak. Perjalanan dimulai sore hari dan tidak akan melalui jalur utama. Rombongan dipecah menjadi 2 jalur, dan masih dipecah lagi dalam berbagai kelompok.  Kelompok 1 melewati Ngargoyoso, dan Kelompok 2 melewati Matesih.


Di setiap jalur mereka masih harus melewati pos-pos dan harus memecahkan sandi-sandi. Yah sepintas hampir mirip pramuka lah. Disini rasa kebersamaan antar anggota kelompok ditanamkan. Sampai makan pun diberikan di perjalanan dalam 1 wadah yang harus dibagi-bagi untuk setiap kelompok. Sama rata, sama rasa, sedikit jadi komunis nih, heheheh. Mereka berangkat bersama-sama dari Pos 1, kemudian dipecah menjadi 2 jalur, masing-masing melewati Pos 2 & Pos 3, dan akhirnya melakukan link up dan bertemu kembali di Pos 4.

 Sebuah game yang maskulin, seru, menantang, sekaligus berkesan. Perjalanan yang dimulai jam setengah 4 sore dan baru berakhir jam setengah 11 malam. Dilanjutkan dengan berbagai permainan keesokan harinya. Tak tampak lagi sekat-sekat agama, suku, ras, guru-siswa, dll. 





Semuanya membaur menjadi satu. Sesuai dengan semangat Man for Others & syair di akhir Mars Mikael…
“Tiap hari latih diri, pantang mundur terus maju…”
 

 album fotonya ada disini:
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.3894238434474.2128752.1234442009&type=1#!/media/set/?set=a.3894238434474.2128752.1234442009&type=3