Kutipan kalimat diatas saya ambil dari doa novena pesta emas SMK Mikael.
Tanpa terasa tahun ini SMK Mikael sudah memasuki usianya ke 50. Untuk para
pegawai alias karyawan, usia 50 merupakan usia “persiapan pensiun”. Tetapi
tidak bagi sebuah lembaga pendidikan, usia 50 merupakan usia untuk
merefleksikan kembali seluruh pengalaman dari yang sudah terjadi, sedang
terjadi, dan menentukan gambaran tentang apa yang akan terjadi (halah..)
Sekolah ini mengambil nama Mikael. Dalam kitab suci (agama Kristen)
Mikael digambarkan sebagai Panglima tentara surga,yang bertugas untuk
mencampakkan ke dalam neraka setan dan semua roh jahat lain yang berkeliaran di
dunia, hendak membinasakan jiwa-jiwa. Jadi dari settingan namanya saja sudah bisa diprediksi bahwa sekolah ini
adalah sekolah maskulin, sekolahnya para kaum bermanuk. Sebagai sekolah kaum bermanuk,
sudah sepatutnya pula jika perlakuan kepada muridnya akan berbeda,
dibandingkan dengan sekolah yang muridnya heterogen. Belum lagi sebagai sekolah
kejuruan (yang dulu dikenal dengan nama STM), murid-muridnya (diharapkan)
mempunyai karakter yang kuat dalam berbagai aspek, salah satunya dalam hal
disiplin.
Melihat gambaran tentang sekolah kejuruan di Indonesia akhir-akhir ini,
kok rasanya semakin memprihatinkan. Terobosan baru dengan klaim sudah membuat
“mobil esemka” rupanya belum bisa mengangkat pamor sekolah kejuruan,
dibandingkan sekolah umum (SMA). Sampai-sampai muncul guruauan yang
mendefinisikan bahwa produk-produk “esemka” adalah produk-produk second best alias produk-produk KW.
Sampai-sampai para teroris pun tidak mau menggunakan bom rakitan buatan esemka
karena ketika akan diledakkan pasti tidak jadi meledak, hehehehe. Belum lagi di
ibukota. Nama SMK alias “esemka” masih identik dengan tawuran pelajar yang
semakin marak.
Tetapi untunglah esemka Mikael
tidak pernah menargetkan murid-muridnya untuk dapat membuat mobil esemka, atau
apalah itu. Mikael menanamkan semangat kepada murid-muridnya untuk menjadi Man for Others. Untuk menjadi Man for Others tidak perlu membuat mobil,
apalagi sampai terlibat tawuran. Kalau sampai terlibat dalam tawuran, itu
namanya sudah mengingkari semangat Man
for others.
Tetapi sebagai sekolah yang seluruh siswanya laki-laki, memang harus
identik dengan hal-hal yang berbau maskulin. Dilihat dari nama Mikael, panglima
tentara surga, sudah mengindikasikan hal tersebut. belum lagi jika dirunut dari
sejarahnya bahwa sekolah ini dikelola oleh para romo Serikat Jesus, “pengikut”
Santo Ignatius Loyola, kesan maskulin seharusnya lebih nampak lagi karena
Ignatius dulunya juga seorang tentara dan ksatria dari Spanyol. Jadi memang
sebenarnya sekolah ini settingannya adalah
sekolah gelut alias berkelahi. Tetapi
musuh yang harus diajak berkelahi tersebut bukan orang lain, tetapi diri mereka
sendiri. Musuh yang harus dikalahkan adalah rasa malas, cemas, tidak disiplin,
sampai sifat individualis. Sehingga harapannya setelah mereka “berkelahi”, yang
akan menjadi “pemenang” adalah semangat Man
for Others.
Tapi memang harapan seringkali masih jauh dari kenyataan. Apa yang
diharapkan dari para siswa seringkali masih jauh dari realitasnya. Memang
banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Tetapi tampaknya banyak juga kesengajaan
dan “pembiaran” sehingga harapan tersebut masih jauh dari kenyataannya. Ketika
saya diminta membantu di bagian kesiswaan mulai tahun ini, saya hanya
bercita-cita untuk mendekatkan kenyataan dengan harapan tersebut. Walaupun
tidak dapat mencapai ideal, tetapi paling tidak toh ada arah untuk mendekati
ideal.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya? Dan jawaban
sederhananya ternyata dapat diwakili oleh satu kata : REVOLUSI…. Dan untuk
mencapai tujuan itu harus dilakukan dengan cara yang militan. Maka saya harus
menanamkan benih-benih “radikalisme”. Tetapi radikalisme disini dalam konteks
yang positif karena tujuannya untuk kebaikan bersama, sesuai dengan semangat Man for Others, bukan untuk
menghancurkan sesama.
Dan kegiatan kali ini adalah kegiatan kedua saya dimana saya mulai
terlibat. Kegiatan pertama saya adalah saat Masa Orientasi Siswa (MOS) kemarin.
Ciri khasnya pasti selalu ada, yaitu brutal, hehehehe… Walaupun sekilas keras,
tetapi ada tujuannya. MOS kemarin bertujuan untuk menanamkan kedisiplinan.
Hanya sekedar menanamkan bahwa jika anda tidak disiplin, yang paling dirugikan
adalah orang lain. So, supaya orang lain tidak merasa dirugikan, mulailah
belajar disiplin dari sekarang. Jika tidak dimulai dari sekarang, you bakal tanggung sendiri akibatnya.
Sebagai contoh, dalam MOS kemarin bagi mereka yang datang terlambat tidak akan
diberi tempat duduk dan harus jongkok seharian.
Kegiatan kali ini bernama Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD).
Yang ingin ditanamkan adalah kepedulian dan kebersamaan, sesuai dengan semangat
Man for Others itu tadi. Intinya
bekerja sama dalam suatu kegiatan tanpa tahu arah tujuan. Sehingga harapannya
mereka dapat saling peduli dengan rekan-rekan yang lain, saling percaya, dan bertanggung
jawab. Pasti akan menemukan kemurahan Tuhan dalam perjalanan, hehehehe…
(walaupun caranya lain dari biasanya).
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya diputuskan bahwa para siswa harus
berjalan kaki dari Karangpandan-Tawangmangu, sekitar 16 kilometer dengan medan
yang cenderung menanjak. Perjalanan dimulai sore hari dan tidak akan melalui
jalur utama. Rombongan dipecah menjadi 2 jalur, dan masih dipecah lagi dalam
berbagai kelompok. Kelompok 1 melewati
Ngargoyoso, dan Kelompok 2 melewati Matesih.
Di setiap jalur mereka masih harus melewati pos-pos dan harus memecahkan
sandi-sandi. Yah sepintas hampir mirip pramuka lah. Disini rasa kebersamaan
antar anggota kelompok ditanamkan. Sampai makan pun diberikan di perjalanan
dalam 1 wadah yang harus dibagi-bagi untuk setiap kelompok. Sama rata, sama
rasa, sedikit jadi komunis nih, heheheh. Mereka berangkat bersama-sama dari Pos
1, kemudian dipecah menjadi 2 jalur, masing-masing melewati Pos 2 & Pos 3,
dan akhirnya melakukan link up dan
bertemu kembali di Pos 4.
Sebuah game yang maskulin,
seru, menantang, sekaligus berkesan. Perjalanan yang dimulai jam setengah 4
sore dan baru berakhir jam setengah 11 malam. Dilanjutkan dengan berbagai
permainan keesokan harinya. Tak tampak lagi sekat-sekat agama, suku, ras,
guru-siswa, dll.
Semuanya membaur menjadi satu. Sesuai dengan semangat Man for Others & syair di akhir Mars
Mikael…
“Tiap hari latih diri, pantang mundur terus
maju…”album fotonya ada disini:
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.3894238434474.2128752.1234442009&type=1#!/media/set/?set=a.3894238434474.2128752.1234442009&type=3
0 komentar:
Posting Komentar