gambar dicomot dari: http://dir.groups.yahoo.com/group/kaams_citraconnection/message/30 |
Kesan
inilah
yang
disampaikan
oleh
Romo
Agus
Sriyono
terhadap
Romo
Casutt,
SJ.
“Sampai
akhir
hayatnya,
Romo
Casutt
tampil
sebagai
pribadi
yang
menyatakan
ketaatan
total
kepada
pembesar.”
Sejak
awal
perutusannya
sebagai
misionaris
sampai
akhir
hayat
saat
menghadap
Tuhan
di
RS
Brayat
Minulyo
Solo,
Romo
yang
bernama
lengkap
Johann
Balthasar
Casutt
ini
selalu
mengatakan
ya
terhadap
tugas
yang
diberikan
kepadanya.
Lahir
di
Horgen,
Zurich,
Switzerland
pada
tanggal
24
Januari
1926,
Romo Casutt menamatkan
pendidikan
dasarnya
di
Horgen
pada tahun
1932-1937.
Dia
lalu
belajar
di
sebuah
gymnasium
di
Engelberg
pada tahun
1937-1945
dan
melanjutkan
pendidikan
khusus
sebagai
calon
imam
diosesan
di
Seminari
Tinggi
Chur
pada tahun
1945-1947.
Setelah
itu,
dia
memutuskan
untuk
masuk
Serikat
Jesus
di
Rue
de
Suisse
pada
tanggal
6
Oktober
1947.
Pendidikan
filsafat
dan
teologi
dilakukannya
di
Fakultas
Filsafat
dan
Teologi
di
Eegehoven,
Leuven,
Belgia,
pada
tahun
1952-1955.
Perutusan
pertamanya
ditetapkan
di
India.
Namun
karena
kendala
ijin
masuk,
tujuan
perutusannya
diubah
menuju
Indonesia.
Di
Indonesia,
ia
pertama-tama
menjadi
guru
bahasa
Inggris
di
Seminari
Mertoyudan
(1957-1965).
Sebelum
diutus
ke
ATMI
Solo
mulai
tahun
1971,
ia
menjadi
Pimpinan
Asrama
Mahasiswa
Realino
Yogyakarta
(1965-1971).
Sejak
1971,
ia
pun
menjadi
Direktur
Akademik
Teknik
Mesin
Industri
Kolese
Mikael
Solo
sampai
tahun
2001.
Setelah
membesarkan
ATMI
Solo,
ia
pun
membangun
ATMI
Cikarang
dan
menjadi
direkturnya
sampai
tahun
2003.
Setelah
itu,
ia
kembali
ke
tempat
yang
sangat
dicintainya,
yaitu
ATMI
Solo.
Sebagai
seorang
Yesuit,
Romo
Casutt
memberikan
teladan
ketaatan
sempurna.
Terhadap
setiap
tugas
yang
diberikan
kepadanya,
ia
menjawab
ya.
Yang
mengagumkan,
meskipun
minim
pengetahuan
tentang
dunia
teknik,
ia
berhasil
mengembangkan
sekolah
teknik
dari
kecil
menjadi
mandiri
dan
berorientasi
profit.
Bahkan,
ada
sebuah
kisah
bahwa
Romo
Casutt
pernah
bersentuhan
dengan
dunia
teknik
saat
masih
memimpin
Asrama
Realino.
Saat
itu,
bersama
para
mahasiswa,
ia
membangun
sarana
penyediaan
air
bersih
bagi
warga
sekitar
lereng
Merapi.
Dalam
setiap
tugasnya,
ia
menjawab
ya
serta
melakukan
dan
menekuninya
dengan
totalitas.
Ia
menghayati
pekerjaannya
dengan
sederhana,
yaitu
dengan
melakukan
apa
yang
harus
dilakukan
dengan
tekun
sampai
tuntas.
Ia
tidak
memperhitungkan
apakah
akan
berhasil
atau
tidak.
Namun,
ia
selalu
menyelesaikan
tugasnya
dengan
baik.
Oleh
karena
itu,
layaklah
ia
mendapatkan
penghargaan
Klaus
Jacobb
Best
Practice
Award
pada
tahun
2009.
“Sampai
akhir,
Romo
Casutt
selalu
menyatakan
kesediaannya
untuk
melakukan
tugas
yang
diberikan
oleh
pembesarnya
sekalipun
yang
menjadi
pembesarnya
adalah
Yesuit
yang
muda-muda.
Suatu
kali,
ketika
diminta
Misa
di
sebuah
susteran,
Romo
Casutt
langsung
menjawab
ya,”
demikian
kenang
Romo
Agus
Sriyono.
Tampaknya,
ketaatan
sederhana
nan
sempurna
inilah
yang
juga
dinyatakan
Romo
Casutt
kepada
Allah
yang
diabdinya
selama
ini.
Tanpa
sakit
yang
berkepanjangan,
ia
pun
menghadap
kepada
Allah
yang
memanggilnya
untuk
kembali
dari
dunia
ini
pada
hari
Jumat
malam
tanggal
24
Agustus
2012.
Selamat jalan Romo. Tuhan berkenan
atas ketaatan sederhana nan sempurna yang dihayati dalam kehidupan
Romo. Beristirahatlah dalam damai.
0 komentar:
Posting Komentar