Bagian ini adalah lanjutan dari Bagian Satu:
Senin, 17 Oktober 2011. Pertarungan yang sebenarnya telah dimulai. Mengapa? Karena resiko dan kesulitan mengajar dengan bahasa Inggris merupakan pertarungan sekaligus tantangan. Diawali dengan upacara cara Pilipina, kami diperkenalkan oleh Mr. Marc Magsalin sebagai tamu dari Indonesia (wuih..betapa bangganya, nama Indonesia disebut).
Para siswa di Erda Tech lebih kecil umurnya dibandingkan dengan siswa SMK Mikael. Murid disekolah ini adalah tamatan dari sekolah dasar. Lama pendidikan di Erda Tech adalah lima tahun. Pada tahun ketiga, mereka dibagi di dalam beberapa jurusan antara lain: electrical, automotif, machine, dan food tech. Mr.Magsalin memberikan penjelasan tentang sekolah tersebut. Beliau mengungkapkan impiannya untuk menjadikan Erda Tech seperti Kolese Mikael. Tugas kami, di samping memperdalam bahasa Inggris dengan mengajar, juga diharapkan menularkan ilmu dan ketrampilan keteknikan yang kami miliki. Siang hari itu, kami menemani Miss Mary Ann mengajar gambar teknik di kelas 2. Kelas tersebut berisi kira-kira 40 siswa dan siswi. Dibandingkan murid di SMK Mikael, mereka lebih berani, lebih antusias dalam menjawab pertanyaan atau menanyakan sesuatu yang belum jelas. Satu hal menarik yang mungkin dapat diamati adalah kesederhanaan mereka. Ini yang saya amati mulai luntur di Mikael. Setelah menemani Miss Marry Ann mengajar, saya diberi tugas untuk mengajar gambar teknik kelas 3 jurusan mekanik (mesin). Dengan peralatan seadanya, ternyata gambar mereka cukup bagus. Bila diberi peralatan dan jam yang sama dengan anak-anak Mikael, saya yakin mereka lebih baik dari kita. Dalam satu minggu, mereka hanya mendapat pelajaran gambar teknik hanya 1 jam (Bandingkan berapa jam yang diberikan untuk siswa SMK MikaelI. Hari itu, kami memperoleh pengalaman bahwa murid-murid Erda Tech dari segi kemampuan akademis dan sikap sangat baik. Kekurangan mereka adalah jam praktek yang masih minim. Kesederhanaan mereka yang tulus adalah sesuatu yang baik bagi kita untuk menjadikan bahan refleksi.
Selasa, 18 Oktober 2011. Aktivitas pagi kami awali dengan sarapan di kantin dengan daging yang jarang ditemui di Indonesia, yaitu daging babi (untuk Aris, masakan bu Hartini lebih OK). Pagi hari, kami diajak Mr. Magsalin untuk melihat kemungkinan apakah mesin potong plat masih dapat digunakan atau tidak. Namun, sebelumnya kami diajak untuk menghadap Kepala Sekolah Mrs. Jane. Beliau sangat familiar dengan Romo Moko, Bp. Hermawan dan Bp. Didik Embriyakto. Sekitar jam 10-an, saya menghadap Mr. Magsalin untuk menyampaikan kurikulum yang dilaksanakan di SMK Mikael. Beliau mulai sadar bahwa untuk dapat mencapai kualitas sekolah teknik yang baik adalah menambah jam praktek.
Setelah istirahat, kami mulai mengajar kerja bangku. Dengan peralatan yang ada di Erda Tech, para siswa belajar kerja bangku. Keadaan peralatan terutama kikir dan gergaji kurang layak untuk digunakan. Para siswa terlalu lama untuk mengurangi salah satu sisi dari benda kerja, sehingga hasilnya belum memenuhi harapan. Pengalaman yang dapat diambil dari praktek kerja bangku ini adalah perlunya ditanamkan ketelitian sejak awal (sejak tahun pertama) dan penanaman sikap kerja yang baik. Kami tidak tahu apa karena umur mereka masih terlalu muda.
Rabu, 19 Oktober 2011 adalah hari yang ketiga kami di Erda Tech. Pagi hari, kami diajak oleh guru gambar, Mr. Marc Rivera untuk menemani para siswa kelas 4 mengerjakan ujian menggambar. Kelas 4 di Erda Tech diajari menggambar arsitek. Selesai menemani Mr. Marc Rivera, kami diajak berdiskusi oleh Mr. Magsalin, karena akan ada tamu konsultan yang akan membantu mendirikan teaching factory. Beliau mengarapkan bantuan dari kami untuk memeriksa kembali peralatan yang ada dan peralatan apa yang perlu ditambah. Begitu selesai berdiskusi, kami langsung ke bengkel mengecek peralatan yang sudah dipunyai dan peralatan yang perlu diperbaiki. Hasilnya bahwa peralatan yang masih bisa digunakan untuk persiapan teaching factory adalah mesin las, peralatan lain harus membeli yang baru. Dalam pelajaran gambar teknik yang kami ampu, mereka kami berikan elip isometri dan mereka cepat sekali menangkap materi tersebut.
Tahun kedua atau kelas dua di Erda Tech untuk pelajaran menggambar diberikan materi gambar proyeksi. Itu hasil observasi kami di kelas Mr. Marry Ann. Sore hari, kami tutup dengan pelajaran kerja bangku. Keadaan masih sama dengan kemarin. Para siswa terlihat kelelahan mengerjakan benda kerja yang ditugaskan, apalagi para siswi. Perlu diketahui bahwa kelas mekanik berisi 15 siswa dan kebanyakan perempuan. Pengalaman yang kami dapatkan adalah untuk mendirikan teaching factory diperlukan peralatan yang baik, etos kerja yang baik dan serius mempersiapkannya.
Kamis, 20 Oktober 2011. Pagi hari, kami mulai mengajar gambar teknik dengan waktu 60 menit untuk melanjutkan gambar isometri. Walaupun susah - karena kami berikan materi dengan proyeksi Eropa -, semangat mereka pantang menyerah untuk dapat menyelesaikan tugas yang kami berikan. Sangat disayangkan karena jam pelajaran gambar teknik hanya 60 menit. Pagi itu juga, kami menghadap Mr. Magsalin untuk menyampaikan usulan kami untuk persiapan teaching factory. Masukan kami akan menjadi pembahasan dengan konsultan. Siang hari, kami mengecek ulang peralatan kerja bangku yang dibutuhkan dan yang sudah dimiliki Erda Tech. Setelah direkap, ternyata masih banyak peralatan yang harus dilengkapi agar bisa memenuhi standar kerja bangku yang baik. Hal ini sangat penting karena kerja bangku adalah dasar dari manufaktur. Malam harinya, kami diajak untuk menonton pertunjukan opera di Newport Building, bagian dari Maxim Building. Ada alumni Xavier School yang berbaik hati kepada murid dan guru Erda Tech untuk memberikan tiket gratis (kapan ya murid dan guru Mikael nonton Ramayana di Prambanan bersama-sama?). Gedung yang digunakan untuk Newport sendiri sangat megah dan sangat representatif. Sound of Music adalah judul opera yang dimainkan pada malam itu. Opera ini mengambil setting di Jerman pada masa pemerintahan Hitler. Lagu-lagu dan paduan suara yang ditampilkan oleh para pemain opera sangat bagus. Kami pun bercita-cita memliki paduan suara seperti mereka… Boleh dong. Tentunya opera tersebut dipersiapkan secara profesional dan membutuhkan keseriusan serta kerja keras.
Pengalaman yang dapat kami peroleh pada hari tersebut adalah bahwa dengan peralatan yang ada (seadanya) para siswa Erda Tech bisa kreatif dan mampu bekerja keras, pantang menyerah. Para siswa Mikael dengan peralatan yang serba ada, justru mengalami penurunan pada hal ini. Mari punggawa Mikael, jangan mudah menyerah, kerja keras Bro… Satu hal lagi dari opera yang kami saksikan, kami belajar bahwa untuk dapat tampil baik diperlukan keseriusan, dan kerja keras.
Jumat, 21 Oktober 2011 adalah hari kelima kami belajar bahasa Inggris. Kami bertanya dalam hati apakah kemampuan bahasa Inggris kami sudah bertambah atau hanya malah sudah mentok. Hanya Tuhan yang tahu (cie ..cie …sok religius ya). Pagi diawali dengan membimbing siswa kelas dua untuk menggambar isometrik dan gambar pandangan. Yang kami amati, mereka belum familiar dalam menggunakan sepasang segitiga. Ini dapat kami maklumi karena kelas ini kalau di Indonesia baru kelas 2 SMP. Tantangan kami berikutnya adalah pertemuan dengan para donatur dari Xavier School yang berencana akan mendanai teaching factory di Erda Tech School. Di luar dugaan, Mr. Magsalin menyuruh kami untuk mempresentasikan hasil usulan kami dalam membentuk teaching factory yang sederhana. (Gila, bro..ditengah bahasa Inggris kami yang blekak blekuk..ternyata kami dipercaya…Mikael patut berbangga, Man). Dalam pertemuan tersebut, ada perbedaan konsep. Erda Tech School menghendaki teaching factory yang sederhana yang dimulai dengan mengoptimalkan peralatan yang sudah ada. Namun, para donatur masih berasumsi pada kerja sama mereka dengan ATMI Surakarta bahwa teaching factory harus seperti Kolese Mikael. Mungkin mereka mengasumsikan bahwa dalam satu hari harus dapat menyelesaikan 15 filing cabinet. Menurut kami, akan baik bila segala sesuatu dimulai dari hal sederhana, kemudian meningkat tahap demi tahap, misalnya: dengan membuat kursi dan bangku untuk sekolah. Karena ditinjau dari sumber daya manusia dan sarana prasarana, sebenarnya mereka belum siap. Akhirnya, untuk sementara diputuskan untuk membuat sampel dengan melihat bangku yang ada di Xavier School. Siang hari kami lalui dengan mendampingi praktek menggambar siswa kelas 2 sambil mempersiapkan segala sesuatunya untuk observasi di Xavier School.
Malam harinya, kami diajak untuk makan malam di sebuah restoran sea food di Manila oleh Luci Delamanta, salah seorang staf Jesuit Asia Pasifik yang tempo hari mengadakan kunjungan ke Indonesia dengan Mr. Magsalin dan Pater Johny Go, SJ. Tempat tersebut terkenal dengan makanan laut. Hiburannya terdiri dari lagu yang disajikan oleh musisi seperti di Es Masuk dan pertunjukan tari tradisional Pilipina dan Hawai. Sungguh menakjubkan. Kami yakin bahwa apa yang mereka tampilkan adalah hasil dari kerja keras dan keseriusan dalam mengerjakan sesuatu, dengan kata lain profesional. Pengalaman yang kami petik pada hari tersebut adalah kesuksesan diawali proses bertahap dari hal yang sederhana. Kolese Mikael bisa menjadi seperti sekarang ini diawali dengan peralatan yang sederhana dan membuat benda kerja sederhana dengan selalu memperhatikan ketelitian, kepresisian. Erda Tech kiranya dapat memulai teaching factory dengan hal yang sederhana dan harus digarap serius. Sebagai analogi, para penari telah mempersiapkan diri dengan serius sehingga hasilnyapun tidak mengecewakan.
Sabtu, 22 Oktober 2011 kami berencana untuk mengunjungi Atenio University. Di sana, kami berkeliling di kampus dan akhirnya menemui Romo Priyono Marwan yang dulu menjabat Provinsial Serikat Jesus di Indonesia. Kalau tidak salah Romo Priyono sekarang menjabat Provisial SJ se-Asia Timur (Romo Agus, mohon diralat kalau salah). Kami diajak berkeliling dikomplek tersebut dan ditunjukkan oleh Romo Pri, tempat tinggal Romo Agus saat menempuh studi di Filipina. Saat istirahat, saya diberi bekal oleh Romo berupa sambel. Oh, my God..betapa senangnya. Setelah seminggu makan tanpa sambel akhirnya kami menemukannya kembali (terima kasih Romo Pri). Setelah diantar sampai depan kantor oleh beliau, kami meneruskan perjalanan menuju sekolah milik Jesuit, Xavier School, yang terdiri SD sampai SMA (Ssst… ternyata sekolah ini memang dikhususkan untuk keturunan Cina, untuk temanku Felix, Anda dapat nglamar di sini sebagai pustakawan) Karena terdiri dari tiga jenis, sekolah ini memiliki 3000 murid dan 300 guru. Fasilitas yang disediakan cukup mewah. Mungkin yang bisa menyamai adalah Kolese Kanisius Jakarta. Tujuan kunjungan kami kesana adalah untuk melihat meja kursi yang kiranya dapat dibuat di Erda Tech untuk mengawali teaching factory. Setelah cukup berkeliling, kami diajak mampir ke SM Mega Mall, salah satu mall terbesar di Manila.
Minggu, 23 Oktober 2011, kami ingin istirahat di tempat tinggal kami. Tawaran untuk berakhir pekan dari Basti dan Mr. Magsalin sengaja kami tolak. Basti adalah teman kami dari Jerman yang juga bekerja di Erda. Nama lengkapnya Sebastian (ingat pemain Munich ya) . Hari tersebut kami isi dengan mempersiapkan diri dan menggambar hasil sket dari Xavier School.
Senin, 24 Oktober 2011, kami mencoba membuat sampel untuk membuat meja sekolah. Kendala yang kami temui adalah mesin bending untuk pipa. Awalnya, kami memastikan bahwa mesin yang ada dapat digunakan. Namun kenyataaannya, mesin tersebut hanya bisa digunakan untuk menekuk benda-benda pejal. Akhirnya, skenario kami ubah dengan menggunakan sambungan las, walaupun hasilnya tidak sesuai harapan. Di sini kami dituntut kreatif dalam memecahkan suatu masalah. Hari itu kami akhiri dengan menemani praktek gambar kelas 3 yang mulai terbiasa dengan model gambar mekanik. Pengalaman yang dapat kami petik adalah benar apa yang pernah dikatakan oleh teman kami, bahwa bila seseorang sering dihadapkan pada keterbatasan alat, orang tersebut akan lebih kreatif.
Selasa, 25 Oktober 2011, adalah saatnya kami menghadapi “pertarungan” berikutnya, yaitu presentasi tentang SMK Mikael dihadapan para guru teknik Erda Tech. Sebagai pembuka, kami putarkan company profile SMK St. Mikael versi bahasa Inggris, karena dengan media ini mereka akan langsung memiliki bayangan seperti sekolah kita. Penjelasan berikutnya adalah tentang kurikulum, penjadwalan, cara penilaian dan hal apa saja yang perlu dikembangkan Erda Tech. Walaupun dengan bahasa Inggris yang masih “bosah-baseh”, kami bisa bertahan selama dua jam menyampaikan materi dan berdiskusi tentang pembelajaran. Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar (tegangnya seperti ujian pendadaran tesis).
Waktu berikutnya kami isi dengan menyelesaikan sampel untuk teaching factory. Dibutuhkan kerja keras, karena kemampuan las kami tidak sebaik Pak Alip dan yang membuat kami sedikit kurang maksimal adalah pengecekan yang selalu dilakukan oleh Mr. Magsalin. Akhirnya, pembuatan rangka meja pada hari tersebut dapat terselesaikan, walaupun hasil las kami sebenarnya tidak memenuhi persyaratan performance yang baik. Pengalaman yang dapat kami petik adalah bahwa Erda Tech benar-benar memiliki mental mau belajar untuk memajukan sekolah. Mental ini merupakan modal yang baik untuk bisa berkembang.
Rabu, 26 Oktober 2011, kami berhasil menyelesaikan sampel meja yang akan kami jadikan langkah awal untuk merintis teaching factory. Dengan peralatan yang ada, akhirnya meja tersebut jadi, walaupun harus diakui bahwa hasilnya kurang memuaskan. Kerjasama yang kami jalin dengan para instruktur di sana berjalan baik sehingga kami banyak terbantu. Dalam mengerjakan sampel ini, kami sekaligus memberikan contoh kepada mereka bagaimana harus bekerja bila akan mendirikan teaching factory. Hari itu pelajaran diakhiri pada jam 11.45 karena akan diadakan seminar tentang TBC. Seminar tersebut diperuntukkan kepada orang tua murid. Setelah selesai seminar, para orang tua mengambil hasil nilai semester. Malamnya, kami diajak oleh Ms. Jane (kepala sekolah) beserta staf untuk makan malam di Robinson Mall. Pengalaman yang dapat kami ambil bahwa perhatian mereka terhadap kami sungguh luar biasa.
0 komentar:
Posting Komentar